
Saya mendiskusikan buku itu dengan Bapak P. Dengan bahasa Inggis saya yang teramat sangat terbatas, saya mencoba sedikit memahami apa yang ditulis oleh Beatty dalam buku itu. Saat membuka halaman secara acak saya mendapatkan ia sedang bercerita tentang kunjungannya di lapangan dan mengungkapkan apa yang diceritakan masyarakat kepadanya. Saya pikir ini adalah sebagian saja dari bukunya yang tebal tersebut. Ternyata ketika saya membuka beberapa halaman yang lain, saya menjadi heran, di sana tertera cerita-cerita yang lain yang sama sekali tidak mirip dengan “buku ilmiah” yang selama ini saya kenal. Ini membuat saya bertanya pada Bapak P, apakah itu “dibenarkan” dalam Antropologi. Ternyata, model penulisan begitu adalah sebuah model baru yang dikembangkan dalam Antropologi khususnya dalam studi etnografi.

Di Banda Aceh, saya memiliki seorang teman Jerman, mahasiswa Antropologi dari Leiden University, Mr. D, yang sedang melakukan penelitian disertasinya di Aceh. Satu hari kami minum kopi di Solong, Ulee Kareng. Saya menceritakan pengalaman saya melakukan studi etnografi di Jawa. Kami mendiskusikan beberapa metodologi dalam mengumpulkan data lapangan, membuat catatan lapangan dan mengorganisir data. Kami juga mendiskusikan beberapa hal yang lain. Namun yang menarik adalah ketika ia mengeluarkan sebuah buku dari dalam tasnya. Sambil mengatakan “Saya membawa buku menarik yang sebaiknya Sehat baca” ia mengeuarkan sebuah buku dari dalam tasnya. Baru sedikit nampak warna kuning buku itu saya langsung katakan “Andrew Beatty”. Ia sedikit terkejut mendengarnya karena saya tahu tentang buku itu. Padahal untuk konteks Aceh, buku-buku baru terbitan luar negeri tentu tidak mudah dijumpai. Saya menjelaskan kalau saya pernah melihat buku tersebut di Yogyakarta. Kemudian kami mendiskusikan buku itu. Lagi-lagi, seperti Bapak P, teman bule ini mengatakan itu adalah buku yang menarik dan “bacaan wajib” bagi antropolog (atau yang merasa diri antropolog, seperti saya. heheh). Ia juga menjelaskan bagaimana Beatty “memasukkan” referensi dan teori-teori sosial dalam tulisannya.Memang nampak ia tidak mengutip tulisan orang lain dengan menulis nama orang tersebut, namun ia memiliki gambaran teoritis yang kaya sehingga dialog-dialog yang terbangun dalam buku itu juga menjadi sangat kaya dan sarat pengetahuan. “Inilah yang membedakannya dengan sebuah novel biasa,” kata Mr. D.
Sayangnya, saya hanya mendengar para antropolog kenalan saya mengatakan kalau buku itu bagus, baik, layak dibaca, memberikan gaya penulisan baru antropologi, dan lainnya. Saya sendiri tidak memiliki bukunya, dan belum membaca kecuali sesaat di dalam mobil Bapak P dan sesaat di warung kopi bersama Mr. D. Hal ini karena buku tersebut diterbitkan di London oleh Faber and Faber dan juga masih sangat baru, terbitan tahun 2009, dan pasti mahal untuk ukuran Rupiah. Padahal, jujur saya akui, gaya penulis buku yang dilakukan oleh Andrew Beatty adalah gaya yang “gw banget!” Saya ingin belajar dari apa yang telah dipraktekkan oleh Beatty, gaya menulis, sistematika, pemilihan subjek, dan lainnya. Sebuah laporan antropologi bergaya novel! Saya yakin, kalau demikian gaya menulisnya, bukan hanya antropolog dan akademisi sosial yang berkepentingan saja yang akan membaca buku “ilmiah” namun juga masyarakat umum yang lain akan menyukainya. Bahkan satu saat, saya membayangkan semua buku ditulis dengan gaya bahasa yang santai dan ringan saja sehingga semua orang yang memiliki latar belakang ilmu yang berbeda dapat menikmati dan belajar darinya.
No comments:
Post a Comment