Sebuah rincong warisan nenek monyang kini kehilangan pemiliknya.Dua hari yang lalu, sang pemilik meninggal dunia dengan tenang. Pada hembusan nafasnya yang terakhir, terucap sebuah pesan, rincong yang kini terselip di pinggangnya akan menghilang seiring nafasnya berhenti. Sesosok makhluk ghaib akan datang mengambil rincong dan menyelamatkannya. Pada satu waktu rincong itu akan dikembalikan ke dunia, jika ada seorang anak manusia yang memenuhi syarat menerimanya. Dan hanya mereka yang sabar dalam kekayaan, rendah hati dalam kekuasaan, ramah dalam kejayaan, punya cinta dalam kemegahan, yang akan mewarisinya.
Rincong itu sebuah rincong sakti yang diwariskan dari indatu sejak zaman batu. Berbeda dengan emas dan perak, rincong berhias zamrut mutiara intan berlian ini diwariskan bukan kepada anak, tidak pada kemenakan, apalagi pada teman dan kerabat. Ia diwariskan kepada orang yang memang pantas mendapatkannya. Tidak peduli apakah ia seorang petani, seorang pelayan, seorang tukang batu, abang becak, saudagar kain, ustaz, aktivis, ma blien, atau siapa saja. Selama ia memiliki syarat yang cukup, sosok bayangan yang datang dari alam ghaib akan mengantarkan rincong kepadanya.
Setelah pewaris terakhirnya meninggal dunia, masyarakat mulai membicarakan perihal rincong.Siapakah yang akan mewarisinya kelak? Siapakah yang berhak mendapatkannya? Siapa gerangan orang yang dipilih si makhluk ghaib untuk diselipkan rincong di pinggangnya?
Banyak orang mengharapkan rincong jadi miliknya. Namun semakin kuat ia berharap, semakin jauh rincong darinya. Semakin nampak ia berambisi, semakin menghilang bayangan rincong dari benaknya. Sebab rincong hanya memilih mereka yang tidak berkepentingan dengannya sebagai rincong, namun punya komitmen dan tanggung jawab menjaganya, menyelamatkannya, memanfaatkannya untuk kepentingan-kepentingan besar yang bermanfaat untuk orang banyak.
Sebagian orang tidak sabar. Ia berharap rincong ia dapatkan, namun tidak mau memahami untuk apa rincong akan digunakan dan bagaimana mendapatkannya. Ia merasa bangga andai sebilah rincong terselip di pinggangnya. Apalagi jika itu adalah rincong warisan dari alam ghaib yang hanya ada satu-satunya di negeri itu. Ia berhayal dengan rincong di pinggangnya, ia bisa dapatkan apa yang ia mau, ia boleh pergi kemana ia suka, ia mampu penuhi semua hasrat. Dan hidup adalah surga dunia. Namun mimpi ini pula yang menyebabkan rincong semakin jauh darinya. Jangankan melirik, si makhluk ghaib sama sekali tidak teringat padanya.
Sayangnya, saat ini, tidak ada yang benar-benar memenuhi syarat mendapatkan rincong. Si makhluk ghaib sudah kepanasan menggenggam rincong. Tahun ini ia harus sudah menyelipkan rincong itu ke pinggang seseorang. Bagaimana kalau tidak ada yang memenuhi syarat? Harus ada, batinnya. Sebab ia bukanlah makhluk yang tepat untuk menggenggam rincong. Ia adalah perantara yang membawa rincong dari satu generasi kepada generasi berikutnya.
Dan waktu itu semakin dekat, sementara seseorang belum ia dapat. Pada sebuah malam setelah maghrib sekonyong-konyong terdengar suara dibawa angin. "Sudah saatnya rincong aku sematkan, tapi tidak ada orang yang pantas dapatkan. Mungkin penglihatanku mulai rabun, telingaku mulai uzur. Sampaikanlah kepadaku wahai manusia, siapa gerangan yang layak mendapatkan rincong dari bangsamu. Antarkan namanya ke bukit anu. Saya menungu hingga mata hari tenggelam pada hari ini di bulan depan."
Negeri itu menjadi gempar. Semua orang hendak mendapatkan rincong. Semua merasa berhak. Semua merasa mampu. Yang dulu pencopet kini jadi penceramah. Yang dulu pembunuh kini jadi pencinta. Yang dulu pendusta kini jadi alim. Yang dilu menipu sekarang jadi amanah. Bukan hanya itu, yang dulu menyimpan hartanya di lemari besi berkunci nuga, kini menghamburkan emas ke jalan-jalan. Yang dulu berlumpur dalam dosa dan kekejian, sekarang berbalut sorban mengharap simpati.Dan simpati mulai datang. Nama-nama mulai diunggulkan. Dan pemilik nama mulai bertengkar. Masing-masing mengatakan dialah yang paling pantas, dialah yang paling unggul, dialah yang paling berhak. Tidak ada yang rendah hati, tidak ada yang sabar, tidak ada yang bicara dengan cinta.Mereka bicara tentang dirinya, bukan tentang siapa yang telah mempercayakan rincong kepadanya.
Makhluk ghaib dari persemayamannya menyaksikan. Semakin bingung dengan keadaan. "Mereka tahu rincong ini untuk seorang yang tabah, seorang yang ramah, seorang yang adil,yang penuh cinta. Tapi kenapa mereka memperebutkannya dengan kekerasan, kesombongan, kekejian, salaing hasut dan fitnah?"